Ali Rosdin, (2015) Buton dan Tradisi Pernaskahan. Jurnal Antarabangsa Alam dan Tamadun Melayu (Iman), 3 (1). pp. 45-57. ISSN 2289-1706
|
PDF
321kB |
Official URL: http://www.ukm.my/iman/index.php/my/jurnal
Abstract
Awal mula terjadinya negeri Buton diwarnai dengan mitos, yang berfungsi membentuk suatu pandangan dunia kosmosentris dalam menentukan gambaran-gambaran tentang waktu, ruang, dan masyarakat. Buton sebagai negara kerajaan berlangsung selama lebih dua abad (1327-1541) dan kemudian berlanjut dengan era kesultanan selama lebih dari empat abad (1541-1960). Selama era kerajaan, masyarakat Buton belum mengenal aksara dan tradisi tulis-menulis. Tampaknya, tradisi penulisan naskhah lahir pada era kesultanan, seiring dengan proses Islamisasi oleh para ulama yang memperkenalkan tradisi baca-tulis dengan aksara Arab, yang kemudian dimodifikasi menjadi aksara Buton (Buri Wolio). Kesultanan yang di bangun dengan landasan ajaran agama Islam dan tasawuf ini menerapkan ajaran “martabat tujuh” di dalam struktur kekuasaan pemerintahan. Tradisi pernaskahan ini mencapai puncak keemasan pada masa Sultan XXIX La Ode Muhammad Idrus Kaimuddin (1824-1851), yang dilembagakan dalam sekolah Zawiah. Kini, sekitar 340 buah naskhah terdapat dalam pernaskahan Buton, yang sebahagian besar terdapat pada koleksi Abdul Mulku Zahari. Selain itu, naskhah-naskhah Buton masih dapat ditemukan pada berbagai koleksi peribadi lain, yang jumlahnya sulit ditentukan karena berbagai alasan.
Item Type: | Article |
---|---|
Keywords: | Buton; Islamisasi; tradisi; naskhah; koleksi Abdul Mulku Zahari |
Subjects: | P Language and Literature > PL Languages and literatures of Eastern Asia, Africa, Oceania |
Journal: | International Journal of the Malay World and Civilisation (Formerly SARI) |
ID Code: | 8547 |
Deposited By: | Mrs Noor Marina Yusof |
Deposited On: | 14 May 2015 04:43 |
Last Modified: | 14 Dec 2016 06:47 |
Repository Staff Only: item control page